Buku yang pada tahun 2010 memasuki
tahun cetakan yang 16. Diterbitkan oleh
Kompas Gramedia. Setidaknya sudah 2-3 kali saya membaca buku ini. Selalu ada
sesuatu yang baru ketika membacanya. AA NAVIS menawarkan sisi pandang yang
berbeda dalam setiap cerpen – cerpen yang dibuatnya. Baiknya juga buku ini
menjadi rujukan bagi para generasi muda kita, sehingga diharapkan memiliki
sudut pandang yang berbeda. Tetap kritis dan berfikir di “luar kotak”
Buku yang terdiri dari 10 Cerita
Pendek + Biografi dari penulis. Berisikan :
Di Cerpen pertama yang juga
dijadikan judul dari buku ini, Robohnya Surau Kami, menceritakan tentang sisi
lain cara kita memandang sebuah agama. Bukan fokus terhadap yang diatas saja
yang perlu di perhatikan. Terhadap sesama, sekitar dan keturunan kita di
jadikan tolak ukur berikutnya untuk dapat berkenan masuk ke surga. Cerita
dimulai dari tewasnya seorang penunggu surau karena kecewa dengan bualan
temannya. Dimana di ceritakan disurga nanti, ada seorang Haji Soleh yang sudah
haji berkali – kali. Sholat tidak pernah luput, toh akhirnya dimasukkan Tuhan
ke Neraka. Alasan Tuuhan memasukkan ke Neraka sederhana, apa yang sudah Haji
Soleh lakukan di dunia, “tidak ada” semuanya hanya memuji dan memuliakan Tuhan.
Tuhan menyahut “apakah saya Gila akan Pujian dan saya haus akan penyembahan”
Di Cerpen yang kedua berjudul “anak
Kebanggan” bercerita tentang kebanggaan seorang tua kepada anak semata
wayangnya. Dan kebanggan itu membabi buta, tanpa melihat fakta dan keadaan
sebenarnya yang terjadi. Sampai matinya pun ia begitu bangga kepada anaknya.
Dan yang dibanggakan 180 derajat berbeda dari yang sebenarnya.
Cerpen yang ke 3 “nasihat –
nasihat” bercerita, terkadang orang tua yang biasa memberikan nasihat bisa tertipu. Banyak makan
asam dan garam tidak serta merta menjadikan seseorang bisa mnduga segala
sesuatunya. Selalu ada bagian manusia yang tidak bisa di tebak dan tidak bisa dipungkiri.
Berikutnya adalah “Topi dan Helm”
Kebanggan seseorang terhadap apa yang dikenakannya terkadang membuat orang
tersebut dapat berbuat melebihi dari apa yang bisa dia lakukan. Tidak perduli
harga yang harus dibayar nantinya.
“Datang dan Perginya”
menceritakan kisah kehidupan ayah yang bejat dan durjana. Tetapi tobat di akhir
hidupnya. Sementara akibat dari perbuatannya berpengaruh terhadap generasi
berikutnya, salah satu cerita yang terbaik, setelah “robohnya surau kami” .
Inti ceritanya adalah anak kandung dari bapak ini menikah dengan anak dari
selingkuhanya bapak ini ketika masih muda. Jadi anak mereka menikah meski ada
hubungan sedarah. Dan ini disembunyikan ibunya. Dengan alasan takut membuat
kebahagiaan mereka hancur. Dan Ayah sadar dampak kekeliruan yang dibuatnya. Pesan
moral, dampak dari yang kita buat hari , belum tentu hari ini juga kita terima.
Bisa jadi berdampak dikemudian hari. Atau bahkan di generasi berikutnya.
“Pada pembotakan terakhir”
bercerita tentang penyiksaan anak yatim piatu oleh saudaranya sendiri (mak
etek) hingga anak itu meninggal dunia. Bahkan Bulying dan kejamnya ibu tiri
sudah ada dari jaman dahulu rupanaya.
“Angin dari Gunung” bertemunya
dua sejoli kembali. Dengan keadaan yang berbeda. Si Pria yang sudah beristri
dan memiliki anak. Sementara si wanita masih tetap sendiri dengan kecacatan
tubuhnya akibat perang. Mereka mengingat masa lalu. Kagum dan berusaha kembali
kepada waktu itu. Hanya saja realita kenyataan sekarang tidak bisa dipungkiri.
Keras dan Kejamnya hidup kerap menjadikan jiwa kita semakin kerdil.
“Menanti Kelahiran” Bercerita
tentang seorang ibu yang bersiap menanti kelahiran si anak sementara dia harus
berhadapan dengan doktrin – doktin negatif yang terjadi pada masa itu. Untuk
melawan, takut terjadi sesuatu dengan cabang bayinya. Untuk tetap menerima, toh hasil akhirnya kenyataan pahit
tetap dihadapi. Bahkan mereka mendapatkan 2 kenyataan pahit, tertipu dan anak
yang tidak normal. Pesan moralnya adalah untuk berbuat baik dan menyenangkan
semua orang adalah sulit. Dan yang terburuk adalah kita sendiri yang akan
menerima dampak itu semua. Miris ketika kebenaran dan kepolosan yang kita
berikan disalahgunakan. Dan momentum tersebut digunakan dengan baik untuk
memojokkan seseorang.
“ Penolong” Ini cerita tentang
kejadian dengan latar belakang kecelakaan kereta, dan seorang anak muda Sidin
namanya. Melakukan penolongan. Hanya saja ketika korban terakhir, dia
dihadapkan pada pilihan sulit. Korban terjepit dan harus dipotong kakinya.
Untuk memotongnya dia tidak rela dan berani. Dan teman disebelahnya melakukan
itu. Meskipun pada akhirnya dia tahu, gadis tadi selamat meskipun kakinya sudah
dipotong. Dan teman yang memotongnya tadi adalah seorang gila yang biasa
berkeliaran dikampung. Dan telah tewas juga!
“ Dari masa ke masa” yah seputaran debat plotikus muda dan tua.
Generasi lampau dan generasi saat ini.
Semua cerita pendek karya AA
NAVIS ini berlatar belakang Sumatera Barat. Mungkin juga karena beliau dari sana
kali ya....
Bagi saya buku ini sangat
bermanfaat dan membuat kita memilliki sebuah sudut pandang yang baru dan lebih
segar. Meskipun buku ini bisa dikatakan buku tua. Tapi tetap masuk untuk saat
ini kok.
Salam .. Semoga bermanfaat...