Ilutrasi |
Dikisahkan
tentang seekor siput kebun yang bernama Theo, dimana ia kagum kepada
sosok Guy Gagne seorang pembalap Indianapolis 500. Idolanya
inilah yang memunculkan obsesi kuat dalam dirinya. Tetapi tetap akan
selalu muncul rintangan, bahkan saudaranya sendiri Chet mencegah sebisa
mungkin agar Theo membatalkan mimpinya dan sadar akan kodrat. Tidak
berhenti hanya sampai di Chet, komunitas siput juga mengejek dan
mencemooh mimpi Theo.
Theo
tidak sedikit pun kecil hati, hingga suatu ketika sebuah kejadian yang
membuatnya masuk tersedot ke sebuah mesin pembalap super drag. Perubahan
nasib pun dialami oleh Theo, molekul-molekul dalam tubuhnya saling
berinteraksi dengan molekul dari mesin tersebut. Inilah yang
menjadikannya seekor siput yang super cepat. Bahkan ia mampu menembus
kecepatan 200km/jam. Theo pun mengganti namanya menjadi Turbo.
Hidup
pun berlanjut, nasib membuatnya bertemu dengan Tito seorang pramusaji
restoran. Kisah Turbo/Theo berawal dari sini, dimulai dari perlombaan
antar sesama siput hingga bergerak ke pentas Internasional. Sekaligus
membuatnya bertemu, bertanding
dengan idolanya Guy Gagne di Indianapolis 500. Di akhir cerita Turbo
mampu mengalahkan Guy Gagne, meski pun Guy tidak merelakan gelarnya
direbut seekor siput, tapi apa boleh buat, nasib berkata lain.
Pesannya
adalah tidak ada mimpi yang terlalu besar dan tidak ada pemimpi yang
terlalu kecil plus tidak ada yang mustahil di dunia ini, alam pun akan
campur tangan, Tuhan pun tidak akan tinggal diam. Sulit, tidak berarti
mustahil, tidak mudah menyerah dan percaya pada diri sendiri. Mimpi itu indah kawan. Mimpi itu ajaib, Mimpi pulalah yang membuat kita tetap bertahan untuk hidup.
Kisah
tadi serupa dengan yang ayah saya buat. Beliau salah satu pejuang mimpi
itu. Berani mengambil keputusan untuk meninggalkan tanah kelahiran,
mengadu nasib ke Tanah Jawa dengan tidak bermodalkan apa-apa. Saat itu
orangtuanya bersedia menyekolahkan bahkan memasukkan disalahsatu
instansi setempat kala itu. Berlatar belakang hobi untuk melayani,
terlebih selama ini bergaul lama dengan orang keturunan Cina yang
mengajarkan etos kerja tinggi, ulet dan sabar, akhirnya jadilah
pengusaha kecil-kecilan. Pergi ke Jakarta, tinggal di tempat sanak
saudara, sedikit banyak impian teguh yang dipegangnya mulai dipengaruhi
saudara tadi. Diawali
dari mau jadi apa dengan berdagang? Berapa keuntungan dari berdagang?
Sederhananya, semua saudara menceritakan pengalaman dan dukungan kepada
ayah, tetapi dibalik dukungan yang mereka berikan besar harapan mereka
semua adalah agar ayah memilih jalur lain dimana lebih aman
dibandingkan dengan berdagang ala pedagang kaki lima yang tidak jelas.
Terus Kejar Mimpimu |
Tetap
teguh dengan pendiriannya, ini adalah mimpi yang sejatinya ia
perjuangkan. Ayah kembali kedaerah asalnya Sumatera, Tanah Karo, untuk
mencari seorang gadis. Ciut juga nyalinya, dengan tidak memiliki
apa-apa, berani melamar seorang gadis. Dengan memberanikan diri
mendekati gadis yang dicintainya, mengutarakan maksud dan tujuannya
(besar kemungkinannya ditolak). Syukurlah si gadis pun berani mengambil
resiko untuk menikah dengan ayah. Pada saat itu ayah berkata kepada si
gadis, sekarang saya belum menjadi siapa-siapa tetapi nanti saya yakin
dengan bersama kita bisa menjadi sesuatu.
Dan
titik balik itu timbul pada saat pernikahan. inilah yang mendorongnya
lebih giat dalam berdagang. Tuhan itu ada, batinnya berkata. Sementara
ibu menjaga toko kelontong, sekaligus belajar untuk melayani pembeli.
Ayah berekspansi ke bidang lain. Sementara ada keluarga yang menawarkan bantuan dan dukungan dengan syarat agar berhenti dari kegiatan berdagang ini.
Ayah
yang sudah mempelajari metode dagang dengan alami, beralih ke bidang
lain. Kali ini mencoba keberuntungannya berjualan pakaian. Dengan modal
yang dikumpulkan dari hasil penjualan kelontong.
Sementara itu kakak pertama lahir. Toko baru, keluarga baru, pengalaman
baru dan beban ekonomi baru dengan bertambahnya anggota keluarga.
Prinsip ayah sederhana kala itu, “Kalau tidak bisa mendapatkan penghasilan yang banyak, ya sudah kurangi kebutuhan hidupmu. Prinsip itu yang masih saya ingat hingga kini.
Karena
beban kebutuhan hidup semakin bertambah. Ayah mendidik ibu agar mahir
dalam berjualan pakaian, ia pun mencari cara baru agar mendapatkan
penghasilan. Ayah mencoba menjadi sopir angkutan umum. Beberapa lama
menjadi sopir, ada juga modal untuk memiliki sebuah angkutan umum. Hanya
saja modal itu masih kurang. Mau tidak mau harus pinjam. Berat
pastinya, karena akan ada penolakan-penolakan dari saudara lainnya. Tapi
tidak ada pilihan lain, ayah memberanikan diri. Semua ini dilakukan
demi bertahan hidup dan memberi kehidupan yang layak bagi anak-anaknya kelak. Tidak sedikit saudara yang meragukan kala itu.
Moto Hidupnya |
Waktu terus berjalan, pinjaman kepada saudara bisa dibayar lunas,
saatnya naik kelas bagi ayah. Ia mau menambah armadanya. Dengan modal
seadanya ia beranikan diri mengajukan pinjaman lunak ke bank. Syukurlah,
bank memberikan pinjaman. Sementara ibu sendiri semakin maju dengan
usaha pakaiannya. Saat itu, toko kami sudah resmi menjadi milik sendiri.
Tidak kontrak dan pindah-pindah lagi.
Sekarang ayah sudah memiliki 5 angkutan umum serta 1 toko sparepart motor untuk adik saya. Sementara ibu memiliki
2 toko di 2 pasar yang berbeda. Saat ini pulalah, saudara-saudara bisa
tersenyum bangga dan mengatakan kepada ayah, pilihan yang ia ambil untuk
fokus ke dagang sudah tepat. Seandainya ia memutuskan untuk tetap
kuliah dan kerja di instansi negeri, entah seperti apa hasilnya. Ia pun
berhasil menyekolahkan anak-anak hingga ke jenjang Sarjana.
Andri
wongso dalam satu bukunya mengatakan “Buka pikiran, lapangkan hati,
mantapkan langkah, tingkatkan kesabaran, teruskan perjuangan, maka kita
akan menjadi sang pemenang sejati dalam kehidupan”.
Sebagai
seorang kepala keluarga, menghadapi penolakan dari saudara dan keluarga
tidak menyurutkan mimpinya. Ia yakin prinsip hidupnya sudah benar,
lakukan maksimal masa tidak
berhasil. Kalau berikhtiar melakukan hal baik, Tuhan tanpa diminta
persetujuan pun pastinya akan setuju. Ditambah ia keras terhadap
dirinya, “Jika dapat Rp. 5000,- pastikan biaya hidupnya setengah dari
itu”.
Saat ini, mimpi itu belum berubah, semakin menjadi besar se-linear perkembangan yang sudah dialami beliau.
Saya sedari dulu suka bermimpi...utk memotivasi hidup, toh mimpi itu tidak merugikan oranglain kan?
BalasHapusSetuju.. Mimpi tidak pernah merugikan orang lain... Selain itu mimpi itu memotivasi hidup :)
Hapus