Ini buku ke 2 nya Jostein atau tepatnya buku 3 yang sudah saya baca. Yang pertama itu Dunia Sophie, ada kali itu 10 tahun yang lalu. Sementara yang ke dua itu gadis jeruk.
Satu hal
yang saya selalu suka dari bukunya Jostein ini adalah banyaknya kata-kata
filsafat yang dikemas secara sederhana.
Seperti di
halaman 30 ketika Hans menceritakan sang nenek yang memilih pasangan hidup yang
tidak semestinya. Ia berujar, "Sayangnya, kita tidak selalu bisa memilih
pada siapa kita akan jatuh cinta."
Ini kisah
perjalanan Hans Thomas yang dikemas manis oleh Jostein. Di bab dua sekop,
dibagian atas ia menuliskan "Tuhan duduk disurga tertawa karena
orang-orang tak percaya kepadaNya." Entah apa maksud awalannya.
Sampai di
empat sekop perjalanan ayah dan anak mencari ibunya masih terkesan membosankan.
Belum ada "greget" yang muncul disini. Saya juga sedikit ngantuk
membacanya.
Ditengah
perjalanan inilah cerita dimulai. Intinya sich cerita diatas cerita.
Perjalanan
Hans dan sang ayah berhenti sebentar di sebuah pompa bahan bakar, dengan
penjaganya yang mirip-mirip kurcaci. Disini pula Hans diberikan kaca penbesar
oleh kurcaci yang berpesan dia akan membutuhkannnya kelak.
Siapa sangka
perjalanan berlanjut membuatnya bertemu dengan pemilik Toko Roti Albert Kleges.
Ia juga memberikan 4 buah roti kadet. Dan meninggalkan pesan agar menyisakan 1
yang paling besar dan makan pada saat sendirian.
Nah mulai
dech, cerita ala negri dongeng dimulai. Tetiba dari remahan roti yang ada
dimulutnya nyangkut sebuah buku setebal 100 halaman dengan bentuk super mini.
Soda Pelangi dan Pulau Ajaib judulnya. Inilah buku yang dibaca Hans menggunakan
kaca pembesar pemberian kurcaci ketika singgah di pompa bensin.
Dalam buku
itu Albert menceritakan kisahnya kepada Ludwig tentang perkenalannya dengan
Hans Pemilik Toko Roti (ini Hans yang berbeda dengan Hans diawal ya). Kelak
Hans lah yang mengenalkannya akan soda pelangi dan rahasia kartu remi. Dan
rahasia ini lula yang akan diteruskan kepada Ludwig, demi menjawab
ke-ingintahuan-nya dan pertanyaan dari penduduk sekitar tentang toko roti Albert.
Memang kalau
tidak menyimak dari awal secara serius pasti sedikit bingung-bingung.
Perjalanan Hans dan sang ayah ditingkahi cerita Albert kepada Ludwig tentang
Hans.
Halaman 103,
ayah Hans yang merupakan kolektor dari kartu Joker menceritakan filosofinya,
Joker adalah sosok konyol yang berbeda dengan orang lain. Ia bukan keriting,
wajik, hati atau sekop. Ia bukan delapan atau sembilan, raja ataupun wajik.
Joker itu orang luar. Namun ditempatkan dikotak yang sama dengan kartu-kartu
lain, tetapi tempatnya bukan disana. Karena itu ia bisa diambil tanpa ada yang
merasa kehilangan.
Sedikit
banyak Hans sudah mulai ikutan dengan gaya filosofi sang ayah, ia juga
melakukan pengamatan aneh, Bahwasannya manusia, sangat pandai dalam banyak
hal-menjelajahi angkasa luar hingga menemukan komposisi atom-tapi kita tidak
memiliki pengetahuan yang luas tentang apa kita ini.
Disambut
dengan jawaban sang ayah, kalau otak kita cukup sederhana untuk kita pahami,
sangat bodohlah kita kalau kita tidak dapat memahaminya sama sekali. Halaman
222. Saya juga bingung, untunglah si anak juga bingung. Hingga kalimat
selanjutnya muncul, ada otak yang jauh lebih sederhana daripada otak manusia,
misalnya kita tahu bagaimana otak cacing tanah bekerja. Setidaknya
sebagian besar otaknya. Sementara cacing tanah sendiri tidak memahaminya,
otaknya terlalu sederhana.
Hingga sang anak menarik kesimpulan, sama seperti cacing. Ada Tuhan yang mampu memahami
otak manusia.
Dalam
perdebatannya bertukar pikiran dengan sang ayah. Hans menyempatkan untuk terus
menyelesaikan buku kecil yang harus ia baca dengan kaca pembesar. Tanpa
sepengetahuan sang ayah pastinya.
Disela-sela
aktivitas membacanya seolah-olah alam semesta mendukung. Ia sering bertemu
dengan kurcaci yang memberinya kaca pembesar sementara si ayah berkeras bahwa
yang ia lihat adalah manusia cebol biasa.
Meskipun ada
gangguan, Hans tidak berhenti membaca kisah Hans yang terdampar di sebuah pulau
dalam pelayaran yang kandas ditengah lautan. Siapa sangka Hans bertemu
dengan manusia kurcaci dengan tanda ditubuh serupa dengan kartu remi, ada
wajik, hati, sekop keriting hingga as. Dan disinilah bertemu dengan sang Joker
Senior.
Awal cerita
Soda pelangi diceritakan dengan jelas oleh Frode (saya menyebutnya Joker
Senior). Sama seperti Hans ia memiliki pengalaman kapal kandas dan terdampar
dipulau yang mereka tempati sekarang. Bahkan muasal kurcacinya pun jelas ia
tuangkan disana. Hans tergagap-gagap menerimanya, sama saya juga hampir
berulang-ulang untuk sekedar memahaminya lagi.
Soliter
sudah seperti 30 atau 40 tahun lalu dengan 52 sosok. Hanya ada satu
pengecualian. Joker adalah tambahan yang pertama muncul di pulau, enam belas
atau tujuh belas tahun lalu. Joker pembuat onar yang mengusik kedamaian
saat kami ( Frode dan teman2 soliternya) semua sudah terbiasa dengan keberadaan
barunya. Halaman 248.
Lalu tahukah
kalian arti filsuf? Filsuf itu sendiri adalah orang yang mencari kebijakan.
Tapi tidak berarti seorang filsuf lantas bijak.
Orang
pertama yang berbuat sesuai dengan arti filsuf adalah Socrates. Mengapa
demikian, singkatnya semakin Socraes sadar ketidaktahuan membuat ia ingin
selalu belajar mengetahui segala sesuatu. Sementara yang lain sudah puas dengan
pengetahuannya yang sebenarnya jauh dibawa Socrates, detilnya ada di halaman
263.
Lalu
perjalanan berlanjut untuk mengetahui kesinambungan masing-masing pesan yang
dibawa masing-masing kartu. Semakin terbuka dan terbaca pesannya maka akan
menunjukkan pada regenerasi pemain peran berikutnya.
Saya
beberapa kali sempat membaca berulang-ulang untuk mengetahui pesan yang dibawa kartu yang pada akhirnya saya lengkap baca pesannya dibagian belakang. Tetap
juga masih bingung. Hehehe...
Tapi ketika
keseluruhan selesai ada benang merah yang terbaca dimana semuanya terhubung
dengan kutukan joker itu sendiri tanpa disadari.
Menurut saya
pribadi novelnya masih tergolong ringan dan renyah disimak.
Buku ini
dibanderol seharga Rp. 78.000,-
Cetakan
pertamanya dibukan Januari 2016
Terbitan
Mizan memang identik dengan buku berkulitas (menurut saya loh).
Sayang aja
kalau buku ini dilewatkan untuk dibaca dan cocok juga sebagai teman sekedar
untuk menghabiskan akhir pekan.
Buku ini
juga memperoleh penghargaan sebagai pemenang Norwegian Critics Prize for
Literature. Ini mungkin terkait dengan sindiran terhadap perilaku penjajahan
Jerman pada masa dulu.
Ok.. dech.. Selamat membaca.
Penang, Lam Wah Ee, disela-sela antrian menunggu giliran dipanggil dokter :)
Penang, Lam Wah Ee, disela-sela antrian menunggu giliran dipanggil dokter :)