Buku SUluk Gunung Jati E. Rokajat Asura |
Cerita seputar perjuangan Syarif Hidayatullah mengajarkan dan menyebarkan ajaran islam, bahkan sampai menghadap sang eyang yang merupakan Maharaja Prabu Siliwangi, dan tujuan lainnya mengislamkan eyangnya. Sebab sang ibu sendiri pun belum berhasil membuat orangtuanya menganut ajaran yang ia anut.
Ga sengaja ada buku dengan sampul hijau menarik untuk dibaca, Suluk Gunung Jati, E. Rokajat Asura. Saya pun meminjamnya untuk mengetahui apa sich isinya, siapa penulisnya (secara baru kenal juga). Setidaknya ga lebih dari 2 minggu itupun terpotong (berhenti membacanya) dengan tugas kedinasan luar kantor.
Bagi kalian yang ingin mengenal Islam lebih dalam atau mengetahui perjalanan panjang penyebaran ajaran Islam di bumi Cirebon dan sekitarnya, buku ini salah satu pilihan menarik untuk dijadikan referensi. Atau hanya sekedar menambah wawasan dan menghabiskan waktu dengan hal positif meluangkan waktu dengan membaca buku Suluk Gunung Jati amat bermanfaat.
Suluk Gunung Jati.
Banyak pesan positif yang coba disampaikan penulis, penyebaran Islam tidak semulus yang dibayangkan. Bahkan Raja Pajajaran tak melarang rakyat memilih agama sepanjang tidak mengganggu kesejahteraan negeri, bukan untuk mengakali orang bodoh, bukan untuk menumpuk kekayaan dan bukan untuk kesenangan pribadi. Yang raja larang itu sembarangan memilih suatu yang tak tentu, mula-mula pilih satu dan sudah bosan...lalu memilih yang lain lagi.
Karena pada dasarnya, agama sebelumnya yang dianut oleh raja Pajajaran terbuka dengan ajaran lain, asalkan tidak ada pertumpahan darah. Dan hingga akhir hayatnya, raja sendiri tidak berubah keyakinannya dengan yang sudah dianut sebelumnya.
Sunan Gunung Jati sendiri sudah paham akan hal tersebut, lihat saja hal. 36. Pesan Pangeran Cakrabuana kepada Syarif Hidayatullah, "keberanian menjaga agama jangan sampai menyakiti sesama apalagi saudara."
Tetapi menurut saya pribadi yang kurang cocok itu ketika Syarif Hidayatullah dirampok dan itu perampok hanya dapat berlari ditempat saja tanpa sedikitpun Syarif melakukan perlawanan atau tindakan, hanya percaya saja "kalau Gusti Allah tak mengizinkan mereka pasti tidak akan bisa berjalan." Kenapa saya tidak cocok dengan tulisan diatas, takutnya disalah gunakan dan disalah artikan untuk orang pemalas atau ceroboh, berdiam diri saja (pasif) dan membiarkan Tuhan yang bekerja.
Sunan Gunung Jati Sumber dari thegorbalsla(dot)com |
Dari sini juga saya jadi tahu asal muasal aliran islam dari dulu juga sudah ada dan beragam, Syarif sendiri disuruh untuk menemui guru yang menguasai ilmu Tarekat Naqsabandiyyah, Tarekat Syattariyah dan Tarekat Istikai, hal 64.
Suluk Gunung Jati juga disisipi oleh kearifan lokal mengenai Kujang, Kujang sebagai senjata bukan dimaksudkan untuk menyerang musuh tapi untuk berjaga dan baru akan digunakan dalam keadaan terdesak. Pengetahuan tentang Kujang ini bermanfaat menolong Syarif Hidayatullah ketika hendak dirampok. Bahkan perampoknya pun terkagum-kagum dengan pengetahuan yang dimiliki Syarif muda. Bagian ini lebih masuk akal, mengedepankan keilmuan dan pengetahuan ketimbang hal-hal yang diluar akal dan sulit dijelaskan.
Bahkan Syarif mampu menjelaskan Kujang Ciung mata 9 digunakan para raja, sementara Kujang Ciung mata 7 digunakan para mantri dangka dan Prabu Anom. Dan masih ada jenis lainnya, baca sendiri di halaman 72 ya.
Cerita berlanjut seputar perjuangan Syarif Hidayatullah mengajarkan dan menyebarkan ajaran islam, bahkan sampai menghadap ke eyangnya yang merupakan Maharaja Prabu Siliwangi, salah satu tujuannya mengislamkan sang eyang. Sebab ibunya Syarif Hidayatullah sendiri pun belum berhasil membuat sang orangtua menganut ajaran yang ia anut.
Dan kedatangan Syarif Hidayatullah langsung diketahui Prabu Siliwangi sekaligus ia berpesan " kau boleh menyebarkan ajaran baru itu disini, tetapi jangan dengan paksaan. Jangan sampai karena beda bahasa dalam sesembahan , darah tumpah ke bumi. Bumi dan langit tak akan merestui kepada siapa saja yang datang untuk saling menghinakan." Halaman 179.
Uniknya setiap bab Suluk Gunung Jati selalu diawalnya disisipkan kutipan dari Sunan Gunung Jati tetapi dalam bahasa Sunda ya, seperti Gegunem sifat kang pinuji yang artinya milikilah sifat-sifat terpuji.
Menyimak halaman 200 saya jadi paham juga sejak dulu (sejak zaman wali) muncul istilah islam abangan dan putihan. Islam abangan yang di pelopori Sunan Kalijaga, Sunan Bonang dan Sunan Muria kala itu berpendapat, agar islam dapat terus berkembang maka konsentrasi dakwah dipindahkan ke pedalaman. Sebab mereka berhasil menghadapi orang-orang pedalaman dengan cara yang lentur seperti air selalu mengikuti wadahnya. Sementara yang lainnya yang tidak setuju bila dakwah dipindahkan ke pedalaman karena khawatir akan bercampur dengan klenik, yaitu Sunan Kudus dan Sunan Ampel, mereka dikenal dengan kaum putihan.
Lambat laun, Syarif Hidayatullah diberikan kepercayaan lebih dari sang paman untuk terus menebarkan agama islam, sekaligus menjadikan Syarif menantunya dan gelar Susuhunan Gunungjati disematkan kepadanya. Ini cikal bakal gelar Sunan Gunung jati yang melekat kepadanya. Perjuangan bukan semakin mudah yang dialami Sunan Gunung Jati, istri pertama yang meninggalkan ia terlebih dahulu membuat rasa bersalah selalu menghantui, belum lagi rasa rindu akan istri keduanya. Itu belum ditingkahi cinta dan tanggung jawab akan istri berikutnya yang masih merupakan sepupunya.
Ditambah masih ada lagi perlawanan dari orang-orang yang tidak menyukai agama islam menyebar dan dianut masyarakat hindu kala itu.
Dihalaman 267, ada ajaran Sunan Gunung Jati yang mengena ke saya, kula nitip tajug lan fakir miskin, pepatah ini mengandung arti bahwa setiap kita harua memiliki pengetahuan agama dan dunia agar tidak menjadi miskin. Tanpa pendidikan dan ilmu yang memadai, mereka akan mudah diombang-ambingkan dan dipengaruhi orang lain.
Pesan baik lainnya adalah jauhi sifat yang tidak baik, milikilah sifat-sifat yang baik, jangan serakah, jauhilah pertengkaran, jangan suka mencela sesuatu yang belum terbukti kebenarannya, jangan suka berbohong dan bila.memiliki ilmu janganlah berlaku sombong, Syarif Hifayatullah, Sunan Gunung Jati.
Dan perjalanan terus berlanjut, perjuangan Sunan Gunung Jati tidak pernah berhenti bahkan semakin terjal. Bahkan perlawanan terhadap Portugis penjajah kala itu yang bersekutu dengan pajajaran.
Bagian terberatnya adalah ketika ia harus menghadapi eyangnya atau keturunan dari eyangnya sendiri yang belum mau memeluk islam hingga akhir hayatnya. Terbesit di hatinya, sudah banyak yang ia ajak masuk sementara keluarganya sendiri tidak berhasil.
Seru juga menikmati salah satu karya E. Rokajat. Asura, masih ada ratusan karya dia yang lainnya baik berkaitan dengan keisalaman itu sendiri ataupun tidak.
Dan saya semakin terinformasikan dan tercerahkan mengenai Islam itu sendiri.
So.. happy reading ya
Buku ini sendiri
Cetakan 1 nya September tahun 2016
Penerbitnya Imania dengan distributornya Mizan Media Utama.
ISBN. 978.602.7926.26.4
Menarik nihh, karena saya orang Cirebon, kudu menyimak baik-baik tulisan ini.
BalasHapusOooo...kang ilman..orang cirebon toch...
Hapus