Ini kali adalah catatan perdana mengikuti kelas kuliah
Whatsapp Writing for Healing (WFH) Challenge yang diadakan oleh
komunitas Books4Care topiknya mengenai penulisan kreatif.
Narasumbernya ciamik, meskipun belum begitu kenal tapi
melalui karya yang diterbitkan ga bisa dipandang sebelah mata. Dan berikut
ini adalah catatan yang berhasil kang Adi rangkumkan,
Adi Rustandi adalah Penulis Novel yang berdomisili di Bandung,
Jawa Barat. Karya-karya nya yaitu : Novel Seberapa Pantas, Novel Redup, Novel
Ketika Hati Bicara, Novel Metamorphosis Bidadari dan baaanyak lagi karya karya
lainnyaa..
Beliau merupakan lulusan S1 Pendidikan Bahasa Indonesia
Unpas dan S2 Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung.
Ada satu Novel yang sangat spesial buat Kang Adi , yaitu Novel
“Mencintaimu Karena Allah” (Penerbit Rumah Oranye-Okt
2013). Novel ini terinspirasi oleh kisah kang Adi dengan istri tercinta. Kenapa Kang
Adi terinspirasi oleh kisah tersebut? karena beliau merasa bahwa Cinta itu
adalah fitrah. Cinta adalah anugrah. Biarkan cinta itu bersemi dengan indah.
Bingkailah cinta dengan ketulusan hati bukan emosi.
Salah satu, figur penulis yang Kang Adi kagumi adalah
Andrea Hirata.
Beliau pernah menyampaikan bahwa, “Penulis
yang baik itu adalah penulis yang mampu menggerakkan hati pembacanya untuk
berbuat luhur setelah membaca bukunya.”
Hal
yang perlu diingat!
Lahirnya sebuah tulisan, entah itu buku. Baik fiksi maupun
nonfiksi, semuanya melaui proses yang panjang. Artinya,
menulis itu membutuhkan keseriusan dan komitmen. Karena, kalau tidak begitu, sampai kapan pun, tulisan yang
kita rancang hanya sebagai bentuk rancangan saja. Tapi, jika sudah
berkomitmen dan serius, maka rancangan yang sudah tersusun akan melahirkan
sebuah karya. Sebut saja, buku itu sendiri.
Karya Tulis dan Perkembangannya.
Dalam KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996, hlm. 448-449)
kata karya memiliki arti pekerjaan; hasil perbuatan; buatan; ciptaan (terutama
hasil karangan).
Nah, yang ingin beliau garisbawahi yaitu pada 4 (empat) kata
terakhir dari arti karya tersebut, yaitu ciptaan (terutama hasil karangan).
Hasil karangan ini berupa tulisan, dan tulisan ini sangat berhubungan dengan
kegiatan menulis.
Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa, setelah
menyimak, berbicara, dan membaca. Keterampilan menulis termasuk keterampilan
yang paling tinggi tingkat kesulitannya bagi pembelajar dibandingkan dengan
ketiga keterampilan lainnya (Iskandarwassid, 2011:291). Hal ini pun senada
dengan yang diungkapkan oleh Ishak (2014:viii) yang mengatakan bahwa
keterampilan menulis itu katanya sulit dilakukan.
Maka, berdasarkan kedua pernyataan di atas bahwa menulis
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dianggap sulit. Bahkan, jika dihubungkan
dengan siswa atau peserta didik saat ini, mengakibatkan kurang berminatnya
dalam mempelajari keterampilan menulis itu sendiri. Akhadiah (2003, hlm.
v) mengatakan bahwa masalah yang sering dilontarkan dalam pengajaran
karang-mengarang adalah kurang mampunya mahasiswa atau siswa menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Hal ini terlihat dari pilihan kata (diksi) yang
kurang tepat, kalimat yang kurang efektif, sukar mengungkapkan gagasan karena
kesulitan memilih kata atau membuat kalimat, bahkan kurang mampu mengembangkan
ide secara teratur dan sistematis. Di samping itu kesalahan ejaan pun sering
dijumpai.
Bahkan, di berbagai media dalam surat kabar menyatakan bahwa
kemampuan menulis para pelajar sangat lemah. Di perguruan tinggi para dosen
yang mengeluh bahwa mahasiswa kurang terampil menulis paper, makalah, apalagi
skripsi. Kadang-kadang, para dosen sendiri dianggap kurang mampu dalam menulis.
Buktinya baru segelintir dosen yang mempunyai karya tulis buku
teks (Tarigan, 1987 hlm. 186). Hasil penelitian yang dilakukan Alwasilah
(dalam Rustandi, 2009 hlm. 314) yang menyatakan bahwa di sekolah-sekolah,
sastra hanya diajarkan sebanyak 23,6% saja. Dalam kapasistasnya yang hanya
23,6% tersebut, ternyata pembelajaran sastra lebih diterapkan pada aspek
pengetahuan (kognitif), bukan aspek afektif maupun keterampilan. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran sastra, khususnya pembelajaran
menulis di sekolah masih mengindikasikan permasalahan yang perlu dirangsang
baik guru/dosen dan siswa atau mahasiswa agar lebih bersemangat dalam menulis.
Terutama dalam melahirkan karya sastra.
Apabila diamati, banyak sekali keuntungan yang dapat dipetik
dari keterampilan menulis. Akhadiah (2003 hlm. 1) mengutarakan beberapa
keuntungan menulis, yaitu sebagai berikut.
- 1. Dengan menulis kita dapat lebih mengenali kemampuan dan potensi diri kita.
- 2. Melalui kegiatan menulis kita dapat mengembangkan berbagai gagasan.
- 3. Menulis memaksa kita lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang kita tulis.
- 4. Menulis akan memperjelas permasalahan yang semula masih samar bagi diri kita sendiri.
- 5. Melalui tulisan kita akan dapat meninjau serta menilai gagasan kita sendiri secara lebih objektif.
- 6. Menuliskan di atas kertas kita lebih mudah memecahkan permasalahan.
- 7. Menulis mengenai suatu topik mendorong kita belajar secara aktif.
- 8. Menulis yang terencana akan membiasakan kita berpikir serta berbahasa secara tertib.
Kang Adi sendri selain menjelaskan ia
juga mengajukan pertanyaan kepada peserta group, tapi memang
tidak dapat langsung dibalas karena group masih dikunci oleh admin.
Mengapa kang Adi harus menyampaikan materi diatas
itu kepada kalian? Ya, biar kalian tahu
kondisi permasalahan kepenulisan yang sebenarnya terjadi saat ini.
Dan memang benar, bahwa menulis itu adalah kegiatan yang
sulit. Berangkat dari permasalahan tersebut, hal yang sudah ia lakukan
dalam membangkitkan semangat menulis, sehingga melahirkan sebuah buku (entah
itu fiksi atau nonfiksi), maka ia akan membagikan tips bagaimana proses kreatif
menulis yang sudah dilakukanya.
Tips-tips Dalam Menulis
- 1. Tetapkan
dan Mantabkan Niat
Niat dalam
menulis adalah pondasi utama dalam mengawali sebuah tulisan, sehingga
bertanggung jawab untuk menyelesaikan sebuah tulisan.
Bahkan,
lebih dari pada itu. Sebaiknya, ketika kita akan menulis, maka niatkan dalam
hati bahwa tulisan yang kita buat harus mampu memberikan inspirasi dan motivasi
kepada pembacanya (efek positif).
Mengapa kang Adin mengatakan
demikian? Harapannya
adalah semoga, dari apa yang kita tuliskan, kemudian pembaca tergerak
hatinya untuk berbuat luhur, berbuat yang positif, berbuat untuk kebaikan, maka
pahala itu pun akan mengalir kepada kita.
- 2. Sering
dan Banyak Membaca
Membaca
merupakan kunci sekaligus modal dalam menulis. Dengan membaca, kosa kata
(diksi) akan semakin bertambah. Bahkan, tingkat keterbacaan seseorang itu
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam membaca. Semakin tinggi bahan bacaannya,
maka semakin tinggi pula tingkat keterbacaannya. Begitupun sebaliknya.
Bacalah
bacaan yang dianggap kita mampu menyelesaikan bacaan. Karena, tidak jarang
pembaca akan merasa kelelahan dalam membaca karena berbagai faktor dan dengan
mudahnya meninggalkan bacaannya.
Pembaca yang
bertanggung jawab adalah pembaca yang mau mengawali sebuah bacaan dan mau
mengakhiri sebuah bacaan.
Saran kang
Adi sendiri adalah perbanyak membaca buku yang kita sukai. Kalau suka
membaca nonfiksi, maka silakan membaca buku nonfiksi. Tapi, jika suka membaca
fiksi, maka silakan membaca buku fiksi.
Namun, yang
harus diingat bahwa ketika kita membaca buku tersebut, bukan hanya sekedar
membaca. Pelajari bentuk buku yang kita baca. Mulai dari struktur penulisannya,
hingga teknik penulisannya, dll.
Sebagai contoh: Kita ingin
menulis puisi. Maka, kang Adi sarankan kalian harus banyak membaca buku
kumpulan (antologi) puisi. Kita ingin menulis cerpen. Maka, kang
Adi sarankan kalian harus banyak membaca buku
kumpulan (antologi) cerpen.
Kalian
ingin menulis novel. kang Adi sarankan harus banyak membaca buku novel.
Untuk
yang ingin menulis skenario baik itu FTV, sinetron, film layar
lebar, atau film pendek. Maka, disarankan harus banyak membaca
skenario baik itu FTV, sinetron, film layar lebar, atau film pendek. Karena,
jika kita ingin menulis sesuatu, biasanya akan dipengaruhi dari apa yang kita
baca.
Sejak SMP
dan SMA, bahan referensi bacaan kang Adi adalah cerpen dan novel religi. Maka,
ketika kang Adi menulis cerpen atau novel pun, itu berbaukan atau bergenre religi. Maka,
*apa yang kita tulis biasanya dipengaruhi oleh apa yang kita baca.*
- 3. Harus Sensitif
Menjadi
seorang penulis, pancaindera adalah senjata utama dalam mengembangkan ide
tulisan. Bahkan, semakin sensitif penulis terhadap ide yang ditangkap melalui
pancaindera, maka secara perlahan ia akan semakin terbiasa menangkap ide
tulisan yang sejatinya seperti rumput.
Rumput itu,
tidak ditanam, tetapi tumbuh sendiri. Artinya, peka terhadap apa yang akan
dituliskan. Jangan takut kehabisan ide oleh orang lain atau penulis lain.
Sarannya,
ketika ide itu muncul secara tiba-tiba, maka segera simpan. Bisa ditulis di
buku harian (buku khusus ide), direkam oleh HP, atau mendokumentasikannya
dengan video. Tujuannya, agar tidak lupa dan hilang begitu saja.
- 4. Lakukan Penelitian
Melakukan
sebuah penelitian dalam menulis sangatlah penting. Tidak melulu harus
membayangkan atau memikirkan sesuatu untuk menuliskan hal fiksi. Tetapi, dengan
melakukan penelitian dan survey langsung ke lapangan, maka akan menghasilkan
data atau fakta yang baik. Imbasnya, pada tulisan yang dibuat akan terasa lebih
nyata (hidup) dan enak untuk dinikmati oleh pembaca.
Saran kang
Adi, dalam melakukan sebuah penelitian pun, tidak perlu jauh-jauh. Ketika
kita mampu meyelami diri sendiri, mengeksplore diri sendiri, menggali segala
bentuk keresahan diri sendiri, itu sudah menjadi bagian dari sebuah penelitian.
Konsep ini kang
Adi ambil dari teknik menulis materi stand up comedy. Mereka menulis
berdasarkan atas keresahan dirinya sendiri.
Maka, kalau
mau menulis, bisa juga mengeksplore diri kita sendiri. Tentunya, kita pernah
sedih, senang, ketakutan, dan lain sebagainya, dan itu bisa menjadi sebuah
materi tulisan.
- 5. Ayo Mulai
Menulis
Mulailah
menulis saat ini juga. Menulis adalah langkah bijak untuk mempertahankan dan
mengembangkan ide tulisan. Percuma saja mengikuti berbagai pelatihan dan
motivasi kepenulisan, kalau tidak menulis. Menulis itu mengikat kata agar tidak
hilang dari pikiran kita. Ingat! Mengawali sebuah tulisan (penulis
pemula) kita bisa belajar dari apa yang kita baca. Artinya, kita belajar
merekonstruksi sebuah tulisan dari apa yang kita baca.
Contoh: Kita
sedang senang membaca buku remaja (teenlit) romance. Maka, silakan untuk
merekontruksi bacaan tersebut menjadi sebuah tulisan dengan gaya tulisan kita
sendiri. Tapi ingat! Ini hanya sebuah
pembelajaran.
Misal, buku yang sedang dibaca itu (novel) dan sad
ending.Maka, kita coba membuatnya dengan happy ending. Itu contoh
sederhananya.
- 6. Temukan Ciri
Khas Tulisan
Jika sudah
terbiasa menulis, maka belajarlah menemukan ciri khas dari tulisan yang dibuat.
Temukan keunggulan yang bisa ditonjolkan kepada pembaca melalui tulisan kita.
Apakah itu gaya tulisan, bahasa yang digunakan, sehingga pembaca secara
perlahan mengenali tulisan kita.
Cara menemukan
ciri khas tulisan kita.
Contoh sederhana, kang Adi menulis novel religi. Kiblat kang Adi kalau tidak Hamka, Habiburrahman El Shirazy, pasti Asma Nadia. Jika kang Adi menulis, mungkin dulu mirip dengan tulisan mereka. Tapi, setelah memahami ciri khas tulisan (sangat penting), maka kang Adi memadupadankan dengan ide tulisan seperti Ernest, Raditya Dika, yang unsur komedi dalam tulisannya sangat kuat.
Jadi, hasil
tulisan yang kang Adi ciptakan tidak murni religi. Tapi, ada komedi-komedinya.
Dan itu kang Adi terapkan pada *Novel SEBERAPA PANTAS, yang terbit online di
Storial.co. Baca, ya!
Jadi,
menemukan ciri khas tulisan mudah. Hanya saja, memerlukan waktu dan jam terbang.
Baru 6 yang dibahas Kang Adi, masih ada 5 point lagi tersisa.
Biar ga bosen bacanya,
poin lainnya ada di dalan postingan berikutnya.