Latar belakang Kak Sandika sendiri yang sudah terbiasa dan kental dengan penulisan jurnalistik. Namun, ada
beberapa hal mendasar dalam jurnalistik yang mungkin bisa diterapkan di
berbagai macam model penulisan ilmiah/populer.
Berikut sharing beliau
dalam kelas Write For Healing
Pertama – Lead
Dalam jurnalistik, lead disebut juga pengarah/pembuka tulisan. Setiap pembaca butuh paragraf
pembuka yang ‘eye catching’ menarik. Diantaranya
yang membuat menarik itu adalah konflik. Istilahnya, gak ada konflik gak ada
cerita. Kalau penempatan konflik muncul diawal, orang akan tertarik membaca.
Kedua –
penokohan/karakter
Dalam jurnalistik,
penggambaran karakter muncul dari unsur tulisan jurnalistik. Yaitu, WHO. Yakni
unsur dalam 5W+1H (what, when, where, why, who, how). Siapa saja yang terlibat
dalam cerita itu. Ada tokoh utama, tokoh pembantu, dsb. Nanti, ketika unsur WHO
nya terpenuhi, warnai tulisan dengan latar tempat (where), waktu (when), dsb.
Jangan lupa, visualisasi karakter ditambahkan untuk mendeskripsikan penampilan,
tingkah laku, pemikiran tokoh dalam cerita. Penokohan umumnya ada protagonis
(baik) antagonis (buruk).
Ketiga – angle / sudut
pandang
Dalam jurnalistik,
setiap tulisan (dalam hal ini berita) harus memiliki sudut pandang dalam
menyampaikan cerita/konflik. Misalnya, menulis tentang pandemi covid bisa dari
sudut pandang jatuhnya ekonomi, dari sudut kesehatan, atau yang lebih dramatis
(dramatisasi) soal upaya orang bertahan dari situasi lock down. Penulis
bisa juga berperan jadi orang pertama dengan kata ganti aku, saya, kami, kita.
Atau juga dari sudut pandang orang ketiga. Misalnya sebagai pengamat, dengan
kata ganti dia, mereka, -nya.
Keempat – Dialog
Dalam jurnalistik,
dialog digambarkan dengan kalimat langsung (tanda “” / kutipan) atau kalimat
tidak langsung. Buat kalimat yang efektif (subjek, predikat, objek, keterangan
jelas), jangan berputar putar, hindari pengulangan kata.
Kalo kata JS Badudu,
kalimat efektif itu kalimat yang dipikirkan atau dirasakan penulis dapat
dipahami pembaca, sama benar dengan apa dipikirkan penulis.
Kelima – Deskripsi
Dalam jurnalistik,
namanya reportase. Tulisan yang punya unsur deskriptif, punya unsur menarik
minimal dua indra agar pembaca seperti ikut mengalami. Ini penting untuk paham
sama plot/setting cerita yang menarik. Misalnya, bayangkan tokoh A menggunakan
setelan kemeja rapih warna gelap, dengan bau parfum yang menusuk hidung untuk
mendeskripsikan tokoh itu “rapi’ dan “wangi”.
Keenam – Plot / alur
Plot dipakai sebagai
panduan cerita. Ada plot maju, mundur, atau maju-mundur. Ada unsur
sebab-akibat. Biasanya, kalau menulis Kak Sandika membuat batasan untuk
satu paragraf itu isinya 3-4 kalimat. Jangan terlalu banyak, supaya antar
paragraf itu ada ‘bridging’ atau jembatan untuk menjelaskan antar isi
paragraf. Kita bisa baca – baca
berbagai macam tulisan baik itu jurnalistik/berita, maupun novel dan tulisan
populer lainnya, antar paragraf tidak terlalu rapat.
Ketujuh – Titik balik
cerita/klimaks
Dalam berbagai tulisan,
ini bagian paling dramatis dari cerita. Klimaks itu muncul ketika salah satu
tokoh (biasanya protagonis) paham apa yang terjadi, kemudian mengambil tindakan
terbaik, kemudian menemui hambatan yang berujung konflik akhir.
Delapan – Ending / akhir
cerita
Ending cerita bisa
berbagai kemungkinan. Opsinya ada beberapa. Misalnya, ending tertutup yaitu akhir cerita yang
berujung pada solusi masalah yang tuntas. Ending terbuka, biasanya ditemui di
novel berseri. Akhir cerita belum sepenuhnya selesai, membuka peluang ada
cerita lanjutan atau tafsiran pembaca yang berbeda – beda.
Terakhir – Judul
Membuat judul buku hal
yang paling sulit menurut saya. Karena mengarahkan pada kesimpulan inti dari
tulisan/buku. Tidak ada standar baku
untuk membuat judul. Bebas. Kalimat pendek, dua atau tiga kata. Pilihan katanya
bisa bernuansa menarik, menyentuh, atau menggugah.
Selamat
berkarya!!