Suatu hari di Korea kota
Bundang, berawal dari masuknya imigran gelap yang dibawa dari luar
daerah.
Siapa sangka mereka bawa
penyakit. Dan mewabah seketika itu juga. Ketika peti kemas mereka dibuka,
sebagian tewas sebagian keluar dan bertahan hidup.
Dan salah satunya bertemu
dengan Mi Rue, Monssai, naluri menolong Mi Rue ketika bertemu Monssai adalah
berkenalan dan menolongnya. Karena Monssai terlebih dulu menolong Mi Rue dari
kecelakaan.
Sebagai balas budi, Mi Rue
memberikan Monssai sepotong roti dan demi mengetahui sakit ia mencari bantuan,
Paman Ji Koo seorang tim SAR.
Teman-teman Monssai lainnya
membeli obat di apotik dan berjalan mewabahi orang-orang yang mereka
temui. Dalam hitungan jam Kota Bundang sudah menjadi kota pandemic
flu.
Sementara di sebuah rumah
sakit, semakin banyak orang yang terkena wabah flu.
Mi Rue yang masih mencari-cari
Monssai, Ji Koo sendiri tidak sampai hati meninggalkan Mi Rue sendirian.
Wabah Flu cepat menyebar.
Demi melihat penyebaran flu
yang cepat dilihat dari jumlah pasien yang mendadak sakit. Ibu Mi Rue yang juga
seorang dokter praktis mengkhawatirkan keberadaan si anak.
Disaat yang sama pemerintah
sibuk berfikir keras untuk memilih cara mana yang terbaik menangani wabah yang
melanda. Sebagian tidak percaya dengan kecepatan virus ini menyebar sebagian
lagi (dokter) bersikeras agar dilakukan / dibuatkan kamp khusus. Agar dapat dilakukan pemeriksaan mana yang sudah tertular dan mana yang belum.
Singkat cerita, Mi Rue dan
Paman Ji Koo bertemu dengan In Hue (orang tua Mi) di pasar modern (s eperti
yang dimiliki om Chairul Tanjung itu loh). Dan mereka dipaksa masuk karantina
pengunjung toko modern tadi semuanya. Mereka mendapatkan nomor pengganti
identitas.
Cerita masuk ke klimaksnya
ketika In Hue menyadari Mi Rue terkena wabah ini. Awalnya ia mengira
(jangan-jangan) Mi Rue terkena dari Paman Ji Koo. Sempat menjaga jarak awalnya.
Namun demi melihat kondisi anaknya yang semakin memburuk sementara kondisi Ji
Koo baik bail saja.
Ilustrasi dari pixabay |
In Hue memutuskan untuk
menitipkan Mi kepada Ji Koo, karena ia mendengar ada satu orang yang selamat
dari kontainer tadi dan sedang disiapkan untuk diuji coba menjadi donor
antibodi.
Boms, siapa
sangka donor ini adalah Monssai yang ditolong dan menolong Mi Rue diawal
cerita. Demi melihat kemajuan dari Monssai, In Hue akan melakukan donor kepada
anaknya.
Nah bagaimana membawa Mi Rue
keluar dari kamp, secara ia sudah diketahui mengidap penyakit yang sedang melanda.
Di laboratorium sendiri terjadi
perdebatan yang tidak kalah sengitnya antara pemerintah dengan ahli medis. Yang
awalnya antara walikota kota Bundang bahkan presiden Korea pun hadir disana.
Memikirkan strategi apa yang terbaik bagi kota Bundang.
Mi Rue dibawa keluar menuju
laboratorium setelah memastikan donor siap sementara kondisi Mi semakin
memburuk. Demi memuluskan rencana ini, karena nomor Mi Rue sudah ketahun
mengidap. Ji Koo menukar dengam nomornya.
Monssai sempat menolak diawal
untuk diambil darah dijadikam donor. Tetapi luluh setelah melihat Mi Rue yang
ia kenal memberikan roti kepadanya.
Baru setengah jalan donor
anti bodi diberikan, ruangan laboratorium didobrak. Mi Rue diambil paksa.
Memang karena donor antibodi
ini belum terbukti dan lolos uji klinis terhadap manusia.
Awalnya virus ini adalah flu burung H5N1 namun
berbeda dengan yang di Korea. Sementara yang di Indonesia (disebut juga)
menular melalui sesama manusia.
Keadaan semakin panik, Mi Rue
kondisinya semakin memburuk dengan anti bodi yang sudah masuk. Bahkan sempat
dibuang ke sebuah lapangan umum yang dijadikan kuburan massal.
Hingga Ji Koo yang
menggantikan posisi Mi dikeluarkan karena tidak memiliki gejala, sadar
dan mencari Mi Rue di lapangan kuburan massal.
Keadaan semakin menjadi kacau
ketika ibu seorang tentara mengidap flu burung. Pilihan sulit, mau tidak mau ia
akhirnya membela ibunya agar tidak dibuang ke kuburan massal tadi. Mati dong,
akhirnya kubu militer terbagi dua.
Kondisi Monssai stabil dan
siap untuk di bawa ke Seoul dan dijadikan sampel untuk antibodi. Sayangnya ditengah
jalan dicegat dan dibunuh dong sama warga yang merasa diperlakukan tidak adil
dan diabaikan pemerintah.
Jadi praktis ga ada
alasan lain untuk ga memusnahkan semua penduduk kota Bundang, agar pandemic tidak
semakin menyebar ke kota lainnya. Anti bodi tidak ada, lanjut semakin banyak
yang terkena.
Bahkan diperbatasan kota sudah
diperintahkan untuk tembak ditempat siapa saja yang coba menerobos.
Hingga In Hue mendapat kabar
Mi Rue ada bersama Ji Koo dan semakin stabil. Sehingga praktis yang
bisa menjadi donor berikutnya adalah Mi Rue.
Nah pihak
asing, yang ikut bersama-sama pemerintah mengambil tindakan keras tidak hanya
tembak ditempat. Tapi bersiap untuk melakukan penembakan melalui udara dengan
pesawat tempur. (ini kenapa juga ada pihak asing yang ikut andil dalam
memutuskan perkara kota Bundang)
Presiden sendiri tidak setuju
dengam tembak ditempat apalagi melalui pesawat tempur. Dan anehnya protokolnya
memperbolehkan pihak asing itu mengambil tindakan tanpa persetujuan
presiden (hmm...kok jadinya mikir jangan di negara kita bisa terjadi seperti itu
juga ya)
Hingga Presiden mengambil
sikap tegas karena ia tahu tidak bisa membatalkan serangan udara, maka ia
memastikan menteri pertahanan udara menembak semua pesawat yang melakukam
penembakan di kota Bundang.
Untungnya pihak asing
akhirnya melunak, serelah melihat Mi Rue selamat dan berhasil dari donor yang
diberikan.
At the end, presiden
berkata tidak akan meninggalkan kota Bundang dan bersama kota itu hingga
selesai pandemi.
Pfuufff... menegangkan menyaksikan
film The Flu, pas banget diputar
ditengah pandemi seperti saat ini. Pas banget bikin semakin takut, pas banget
bikin pikiran melayang jauh ga menentu.
Hiks.s.s.s