Mohon Maaf Lahir Bathin |
Sebelumnya Saya pribadi mengucapkan Selamat Hari Raya IdulFitri 14412 H,
Mohon Maaf Lahir dan Bathin ya.
Lebaran itu identik dengan mengunjungi kerabat atau
dikunjungi kerabat. Berbeda tahun kemarin dan tahun ini, saling mengunjungi sebaiknya
tidak dilakukan dahulu. Alhasil liburan selama 4 hari dirumah saja membuat bosan dan
suntuk juga, namun untuk keluar (liburan) tetap belum berani. Secara untuk acara berlibur sendiri kami sudah menggunakannya minggu lalu sebelum ramai seperti
sekarang. Memang lokasi wisata yang kami datangi sepi luar biasa, namun kami sudah siap
ketimbang harus berlibur rebutan di kala hari raya.
Jadwal Fisioterapi membuat saya tetap harus
bergerak keluar sejenak, agar tangan yang patah tetap mendapatkan perawatan
sekaligus mampir sebentar ke Apotik
membeli obat dan vitamin untuk tulang.
Lepas itu semua, ya kembali lagi menikmati tontonan
televisi, medsos hingga membaca buku, sudah dilakukan. Salah satunya menikmati
tontonan film laga karya anak bangsa ini mampu membuat takjub sekaligus bangga
dan menyarankan kalian untuk menyaksikannya juga.
Memang diawal ada pesan tertera bahwa, kesamaan tokoh
dan cerita adalah kebetulan semata tidak ada maksud untuk menyinggung
pihak-pihak tertentu. Namun menyaksikan film ini membuat tersadar. Ada benarnya
juga.
Alif, Lam Dan Mim (3)
Mengambil setting ibukota Jakarta pada tahun 2036
dimana keadaan demokrasi sudah semakin membaik dan teknologi sudah sangat maju. Aparat kepolisian tidak diperkenankan
menindak menggunakan peluru tajam, hanya peluru karet. Namun kemampuan
bertarung (bela diri) sudah merata hampir dimasing-masing orang.
Cerita bermula dari Alif (diperankan oleh Cornelio
Sunny) seorang petugas polisi yang ditugaskan untuk menangkap gembong penjahat,
Sunyoto, namun ada yang menembak mati sehingga Alif terpaksa mendapatkan sanksi
skorsing dari atasan.
Teman sekaligus sahabat Alif, Herlam, biasa ia panggil
Lam (diperankan oleh Abimana
Aryasatya) seorang Jurnalis dari salah satu media besar pada masa itu. Lam
ini yang menjadi teman Alif bertukar pikiran dan berdiskusi sekaligus berdebat
mengenai informasi yang beredar ataupun tindakan yang diambil Alif.
Secara Alif dengan tegas akan menindak siapapun yang
jahat atau berbuat jahat dan hendak mengacaukan negara. Alif sosok Idealis
sementara Lam lebih sedikit Demokrat dengan memperhatikan informasi yang ada,
data yang ia ketahui dan motif kepentingan dari berbagai macam pihak. Namun
Lam untuk urusan integritas sama seperti Alif, ia tegas dan tidak dapat
ditawar.
Seperti ketika Lam ditawari bos-nya untuk menulis
sesuatu yang tidak sesuai dengan hati nuraninya, ia lebih memilih untuk mundur.
Rupanya persahabatan mereka, Alif dan Lam berasal dari
satu kampung, jauh sebelum tahun 2036, latar belakang keluarga Alif yang dibakar
oleh islam radikal membuat ia sangat membenci dan bernafsu untuk menumpas
segala macam radikalisme. Ini juga yang menuntunnya untuk menjadi petugas kepolisian.
Sementara Lam sedari awal ia sudah berjanji, melalui tulisan yang ia buat, akan
membuat dunia sadar dan mengetahui kebenaran yang hakiki. Rupanya ada satu lagi
sahabat mereka, ia Mim (diperankan oleh Agus Kuncoro) memilih tetap di pondok
meneruskan perjuangan islam yang baik. Mereka disatukan dari sebuah pondok
pesantren Al-Ikhlas.
Berawal dari kisah Alif yang diskorsing karena membuat
gembong penjahat yang ia tangkap, meninggal. Ia bertemu kembali dengan Laras
(yang ini diperankan oleh Prisa Nasution). Cinta lama bersemi kembali,
masa-masa indah waktu menjadi kekasih terjalin kembali keluar dari ingatan. Siapa sangka
Laras dan Alif memiliki arti yang sama yaitu LURUS.
Namun pertemuan yang terjadi ini juga yang membuat
menjadi konflik dan menjadi alur keseluruhan cerita menarik. Alif mendapatkan
pesan agar datang menemui Laras di tempat Laras bekerja Café Abadi. Diluar dugaan,
karena pada akhirnya diketahui bukan Laras yang mengirim pesan tersebut.
Alif menunggu hingga selesai Laras bekerja, hingga datang
beberapa orang dengan pakaian gamis panjang (yang pada masa depan diidentikkan
dengan islam radikal), jenggot dan bersorban. Yang memang café itu membuat
larangan, yang berpakaian agama dilarang masuk. Alif menengahi agar orang tersebut
paham dan segera pergi dari café tersebut.
Siapa sangka, setelah orang tersebut pergi, Café meledak.
Laras ada didalamnya.
Lam sendiri, menulis cerita tentang meledaknya Café tersebut
namun belum sempat ditayangkan menunggu sumber akurat dari Aliff. Pada saat
yang bersamaan Bos-nya Alif mendatangi kantor Lam untuk memberikan klarifikasi
mengenai bom yang meledak tadi.
Cerita menjadi semakin kompleks ketika Laras menemui
Lam dan memberikan sebuah Flashdisc, ini berarti Laras tidak tewas dalam café terebut.
Semua tertuju dan diarahkan kepada satu sosok, pemilik
pondok pesantren Al-Ikhlas. Alif kembali ditugaskan untuk menangkap pimpinan
pondok tersebut, kalau berhasil, ia bebas dari hukuman skors dan namanya dipulihkan.
Tidak ada yang berani menerobos ke pondok pesantren, pintu
masuk dijaga oleh Mim, yang sudah ketahuan kemampuan beladirinya diatas
rata-rata. Alif sendiri yang harus turun tangan berhadapan langsung dengan Mim.
Demi melihat dua anak pondoknya bertarung Kyai pemilik pondok keluar dan
menanyakan surat perintah penangkapan. Ia memilih mengalah demi harus melihat
dua anak pondoknya bertarung.
Ditempat lain, keluarga Lam dibantai oleh orang yang
tidak dikenal, karena flashdisc yang ia terima. Istri meninggal dan anaknya
terluka, namun melihat bekas luka di tubuh istrinya ia yakin hanya orang
tertentu yang dapat melakukan itu. Bukan dari petugas kepolisian atau penjahat
biasa.
Demi menyelamatkan anaknya, Lam dan Alif membawanya ke
pondok, dan semuanya diselesaikan dari pondok.
Lalu apakah cerita selesai, oooo tidak. Malah semakin
kompleks.
Ada juga orang pondok yang mengambil kesempatan dalam
kesempitan bekerja sama dengan aparat negara yang nakal, yang memang tidak
ingin negara dalam keadaan aman.
Tetap di Rumah aja ya Ilustrasi dari Pexels dot com |
At The End.
Ada aktor besar yang mengatur ini semua dibelakang
layar. Bahwa seharusnya yang menciptakan aman adalah “negara”. Bukan dan sudah
seharusnya jangan Islam yang membuat (kedamaian) itu, sudah dibuat dan dicap
Islam adalah radikal dan menjadi musuh negara dan bersama.
Benar ada islam yang radikal, lalu bagaimana dengan yang
tidak, ya dicap serupa dan dilabeli yang sama dan harus segera ditumpas.
Film 3, Alif. Lam dan Mim yang di tayangkan pada tahun 2015 sepertinya belum tayang ulang di televisi setahu saya, bahkan dari info yang beredar film
ini dicekal.
Wajar saja, karena kerumitan ceritanya mengajak kita
berfikir dan mengait-ngaitkan, jangan-jangan seperti ini keadaan sebenarnya. Menyembunyikan
sebuah kebenaran demi sebuah kepentingan didalamnya. Ga perduli mengorbankan
siapa tanpa tahu mengapa dan kenapa-nya.
Ok, semua konspirasi sudah dibuka, lalu cerita selesai…
belum juga, hingga muncul seseorang di belakang telp yang berujar, mari kita lanjut
skenario berikutnya. Demi mendengar Alif berkata melalui telp, “aku akan
mengejarmu kemana pun kamu berada.”
Gmana lanjutannya ya.. jadi penasaran, sampai hari ini belum ada jelas kapan versi lanjutan dirilis.
***
Jadi ingat juga, novel sejenis teori konspirasi ini
ala Om tere liye, Negeri Diujung Tanduk. Menegangkan sekaligus cemas gimana ujungnya , percaya atau
tidak, ada skenario besar dan tangan tidak terlihat yang mengatur segalanya,
dan itu bukan tangan tuhan ya.
Ribet ya, udah cukup bacaan dan tontonan kita aja yang
ribet, jangan bikin hidup kita ikutan ribet ya….
Salam sehat