Sebagai syarat utama untuk mengemudikan sebuah kendaraan adalah memiliki surat izin mengemudi setelah memiliki keahlian atau ketrampilan dalam mengoperasikan kendaraan.
Dan merujuk kepada Pengemudi menurut undang-undang
adalah, yang dinamakan Pengemudi menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Lalu
Lintas Dan Angkutan Jalan pasal 1 ayat 14, pengemudi adalah orang yang
mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang telah memiliki surat izin
mengemudi. Sederhananya kita tidak akan dapat disebut pengemudi jika tidak
memiliki surat izin mengemudi meskipun pada dasarnya kita telah memiliki
kemampuan tersebut.
Bahkan
Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia di Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas : b. menyelenggarakan segala
kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di
jalan. Salah satunya adalah menerbitkan SIM.
Sebagai
warga negara yang (mencoba) baik dan taat pada peraturan-peraturan pemerintah
yang telah dibuat adalah dengan mentaatinya sebaik mungkin. Merujuk pada
pengalaman tahun sebelumnya untuk wilayah DKI Jakarta, jika terlambat melakukan
perpanjangan SIM satu hari saja, alhasil harus melakukan pengurusan ke SAMSAT
Daan Mogot, Jakarta Barat yang terbilang sangat ramai dan (menurut saya)
terbilang tidak nyaman. Jadi sebisa mungkin hindari keterlambatan untuk dapat
melakukan pengurusan di setiap titik-titik lokasi perpanjangan yang telah
disediakan.
Salah satunya saya mensiasati dengan melakukan perpanjangan 1-2 minggu sebelum masa berlaku SIM habis. FYI, SIM dapat diperpanjang satu bulan sebelum masa berlakunya habis ya. Untuk perpanjangan SIM dapat dilakukan di kantor yang telah ditunjuk atau di kendaraan-kendaraan operasional kelliling.
Saya
sendiri mencoba mencari tahu titik-titik perpanjangan SIM yang tersedia, salah
satunya adalah di STEKPI Kalibata, Jakarta Selatan. Taraaa… edan, mobil
keliling yang disediakan penuh dikelilingi oleh orang yang hendak melakukan
pengurusan perpanjangan SIM. Secara pandemi kan belum selesai, ya sudah putar
balik mencari alternatif yang lain. Memutuskan untuk melakukan perpanjangan SIM
di Jakarta Utara saja.
Benar
saja, Lokasi SATPAS Jakarta Utara, terbilang
jauh lebih sepi pengunjung ketimbang STEKPI kemarin. Sepengamatan mata
saya, tidak lebih dari 10 orang yang melakukan pengurusan perpanjang SIM. Namun
ada yang baru tahun 2022, ini dia pengalaman saya.
Pengalaman Perpanjang SIM Tahun 2022
Berdasarkan
pengalaman tahun sebelumnya, 2019 melakukan pengurusan SIM, ada yang berbeda.
Mari kita bahas satu persatu.
Keterangan
|
Biaya
Tahun 2019 |
Biaya
Tahun 2022 |
Tes
Psikologi |
- |
Rp.
60.000,-/SIM |
Tes
Kesehatan |
Rp.
25.000,-/Tes |
Rp.
15.000/Tes |
Biaya
Asuransi |
Rp.
30.000,-/SIM |
Rp.
50.000,-/SIM |
Penerbitan
STNK |
Rp.
75.000,- Untuk Motor Rp.
80.000,- Untuk Mobil |
Rp.
75.000,- Untuk Motor Rp.
80.000,- Untuk Mobil |
Total
|
Rp.
240.000 (SIM
A dan C) |
Rp.
390.000 (SIM A dan C) |
Belum
termasuk parkir kendaraan dan biaya fotokopi, terpisah sendiri. Baru ngeh ada
peningkatan biaya yang signifikant karena adanya penambahan aktivitas
pemeriksaan yaitu tes psikologi sebesar Rp. 60.000,- per SIM.
Karena
adanya tambahan aktifitas pemeriksaan/ tes psikologi praktis membuat antrian
sedikit lebih lama (namun tertolong karena sepi pengunjung) dan apakah ini
berlaku sama dengan kendaraan keliling (saya belum tahu juga).
Tahapan
perpanjangan SIM tahun 2022 :
- 1. Dimulai
dengan diminta untuk melakukan penggandaan KTP dan SIM yang hendak diperpanjang
sebanyak 6 rangkap;
- 2. Lalu
diarahkan ke Tes Psikologi dimana saya diharuskan mengisi sebuah form dan
menjawab soal-soal psikologi yang diberikan;
- 3. Lanjut
ke Tes Kesehatan dalam hal ini Tes Mata;
- 4. Lalu
Bayar Asuransi;
- 5. Dan
Pengisian Data SIM;
- 6. Foto
dan menunggu SIM Selesai;
Saya sendiri sebenarnya tidak merasa (belum) keberatan dengan biaya yang dikenakan. Dengan asumsi aktivitas perpanjang SIM 5 tahun sekali.
Namun ada beberapa hal yang menjadi perhatian, jika sudah melakukan pengujian/ tes baik itu psikologi dan kesehatan, setidaknya diinformasikan nilai kelulusan. Dan diberitahukan standar kelulusannya. Sehingga tidak terkesan asal bayar dan isi lalu selesai.
Berikutnya
adalah memaksimalkan loket yang ada, dalam artian masyarakat yang berkunjung
dilayani di loket bukan bebas masuk ke dalam kantor/ ruangan petugas yang
melayani masyarakat. Sehingga kesan pelayanan terhadap masyarakat tidak
terabaikan dan marwah petugas yang melayani tetap ada.
Terakhir
untuk petugas loket, selama jam kerja sebisa mungkin waktu melayani masyarakat
tidak disambi dengan kegiatan lain. Pengalaman saya dilayani oleh petugas yang
sembari sarapan pagi. Paham sih mungkin petugasnya belum sempat sarapan dari
rumah, ya tapi kan masa iya menjelaskan sembari nyendokin makanan dari piring
terus ngunyah.
Dan
tahun ini kebersihan tempatnya terbilang kurang, Pojok anak terbilang tidak
terawat begitupun ruang pojok baca.
Semoga
ke depan, pelayanan yang diberikan semakin baik, bukan sekedar asal memenuhi
kebutuhan masyarakat tapi benar sesuai dengan slogan Kepolisian itu sendiri
“MELAYANI DAN MENGAYOMI”.
Salam Presisi…