Membaca judul bukunya Laut Bercerita-Novel dari Kak Lelila S. Chudori jangan membayangkan kehidupan lautan ya. Jauh dari itu, pengalaman membaca novel sebelumnya dari Kak Leila S. Chudori, jadi sudah memiliki gambaran singkatnya, ga jauh-jauh dari perpolitikan Indonesia yang dikemas dengan gaya Bahasa ringan dan mudah dicerna sehingga enak untuk dinikmati.
Sederhananya adalah ini cerita tentang Sunu, Daniel, Alex dan Daniel teman dari Laut. Berawal dari kecintaan terhadap novel Pramoedya salah satunya adalah Anak Semua Bangsa yang waktu itu masih terlarang untuk dibaca. Ini yang membuat mereka Bersatu merapatkan barisan.
Berawal dari Kegiatah Winatra dan Wirasena adalah salah satu cara untuk membuat Indonesia menjadi negara yang lebih beradab, demokratis dan menghargai hak-hak rakyatnya. Dari sinilah perjuangan dimulai, cerita pemberontakan bagi sisi lainnya.
“Dua hal yang menghantui orang miskin di Indonesia, Kemiskinan dan Kematian “ (halaman 28) Berawal dari kisah Mbah Mien yang terjerat Pinjaman Lintah Darat dan memilih untuk mengakhiri hidupnya (Bundir). Salah satu yang menjadi keresahan mahasiswa kala itu. Dan penderitaan orang lain membuat mahasiswa turun ke jalan berjuang memperbaiki itu.
Tapi
siapa sangka dalam riak-riak perjuangan selalu saja ada saja penghianatnya. Ini
juga alasan yang membuat bangsa kita 350 tahun dijajah Belanda, beberapa dari
bangsa kita memilih untuk membelot dan
membantu Belanda. Namun coba perhatikan lagi “perspektif Penghianat” Hal 31. Penghianat
adalah sebuah kata yang relatif. Bagi Pandawa, Aswatama adalah seorang
penghianat keji yang membunuh anak dan saudaranya sementara bagi dirinya
sendiri Aswatama tindakannya adalah sebuah pembelaan atas apa yang dia anggap
sebagai pembalasan terhadap taktik pandawa dalam peperangan yang
berhasil membunuh ayahnya, Dorna. Bahkan Penghianat sekalipun memiliki alasan
atau pembelaan bahwa sejatinya adalah perjuangan dengan cara yang berbeda,
bukan.
Sama seperti Pahlawan, beberapa diangkat menjadi Pehlawan pada
masa orde baru dan mungkin saja suatu hari bisa dipertanyakan apa betul mereka
berjasa dan berkontribusi.
Halaman 112, Kak Leila mengutip sebuah syair dari WS. Rendra,
Aku bertanya apakah gunanya pendidikan
Bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
Di tengah kenyataan persoalannya
Pesan perjuangan tak akan pernah berhenti, dalam halaman
171, Bram berujar dalam sebuah peristiwa penangkapan. “kita tak boleh jatuh tak
boleh tenggelam dan sama sekali tak boleh terhempas karena peristiwa ini” demi
menyemangati kembali teman-temannya.
Kinan
pun turut ambil bagian dalam menyemangati, dalam halaman 182. “Mungkin kita hanya nyamuk-nyamuk pengganggu bagi mereka, kerikil dalam sepatu mereka. Tapi
satu hal, kita harus mengguncang mereka. Kita harus mengguncang masyarakat yang
pasif malas dan putus asa agar mereka mau ikut memperbaiki negeri yang sungguh
korup dan berantakan ini yang sangat tidak menghargai kemanusiaan”
Dalam sebuah perjuangan masa sulit akan selalu dihadapi "Yang
paling sulit adalah menghadapi ketidakpastian, kami tidak merasa pasti tentang
lokasi kami, kami tak merasa pasti apakah kami akan bisa bertemu dengan
orangtua, kawan dan keluarga kami, juga matahari, kami tak pasti apakah kami
akan dilepas atau dibunuh dan kami tidak tahu pasti apa yang sebenarnya mereka
inginkan selain meneror dan membuat jiwa kami hancur..." pengakuan
Alex ketika melakukan konferensi pers hal 259.
Terakhir laut memberikan kepada adiknya, “seandainya belum ada
satu pimpinanpun yang menunaikan janjinya untuk mengungkap kasus kematianku dan
kematian semua kawan-kawan maka inilah saranku, kalian semua harus tetap
menjalankan kehidupan dengan keriangan dan kebahagiaan” halaman 366.
Secercah harapan dari Laut yang ia kutip dari sang penyair, bahwa
kita janganlah takut pada kegelapan, kegelapan adalah bagian dari kehidupan
kita sehari hari. Pada setiap gelap ada terang meski hanya secercah meski
hanya diujung lorong. Tapi jangan pernah kita tenggelam pada kekelaman, kelam
adalah lambang kepahitan, keputusasaan dan rasa sia-sia. Jangan biarkan kekelaman
menguasai kita, apalagi menguasai Indonesia.
Buku Laut Bercerita |
Buku Laut
Bercerita
Salah
satu buku yang load peminjamannya di Perpustakaan TIM, Jakarta Pusat
sangat padat. Hampir selalu tidak ada untuk dipinjam selalu sedang dipinjam.
Mungkin
pada khawatir buku ini akan dilarang kali seperti bukunya Om Pram, jadi orang-orang
berbondong-bondong untuk mendapatkan kesempatan membaca buku ini terlebih
mahasiswa.
Saya
sendiri bersabar saja menunggu buku ini kembali ke rak-nya dan tersedia untuk dipinjam
kembali. Dan tara, terjadilah keadaan tersebut. Hmmm, setelah membaca tuntas
buku ini baik ketika di commuterline ataupun di rumah, terjawab mengapa banyak
yang tertarik untuk membaca buku ini.
Mungkin
kalau di zaman pemerintahan orde baru ada kemungkinan buku ini akan di tahan
juga mengingat banyak kejadian yang terjadi dan diceritakan pada masa itu.
Namun untuk saat ini dimana orde pemerintahan sudah jauh lebih terbuka, biarlah
buku ini menjadi catatan tersendiri dan rekam jejak cerita dari sisi korban
yang hilang yang tidak pernah ditemukan dan kembali kepada keluarganya.
Terakhir,
terimakasih kak Leila S. Chudori sudah mengemas cerita Laut dengan manis,
perjuangan yang epic dibumbui kisah romantis. Sejatinya perjuangan belum
selesai, sampai kemiskinan dan penindasan hilang musnah dari Bumi Pertiwi
Indonesia. Hmmm, bukankah ini juga yang selalu diperjuangkan Om Pram dalam
Novel-Novel ciamiknya.