Sebenarnya saya juga pernah bertanya-tanya, mengapa
juga harus lapor SPT. Secara kan memang ketika pekerja dibayarkan penghasilannya
maka sudah otomatis dipotong PPH-nya. Mungkin lapor SPT ini untuk yang bukan
pekerja, yang memiliki penghasilan tapi bukan dari pemberi kerja, seperti apa
kira-kira pekerjaan demikian, pedagang toko kelontong, pedagang rumahan, usaha simpan
pinjam mikro dan sektor lainnya yang tidak ada unsur pemberi kerja kali ya.
Seingat saya, apapun proyek yang diberikan oleh
pemberi kerja maka otomatis pemberi kerja tersebut akan melakukan pemotongan
dan menyetorkannya kepada negara dan saya selaku pekerja akan mendapatkan bukti
potongnya (entah nanti pemberi kerja akan melaporkannya atau tidak sudah bukan
urusan penerima kerja lagi), malah seharusnya negara melalui petugas pajak
memastikan pajak yang dipotong tersebut disetorkan kepada negara.
Sempat
brosing-brosing dan menemukan dilaman kompas, netizen berujar melalui akun X "Saya
enggak lapor, meskipun potongan saya cuma 6 jutaan ga sebesar orang-orang tapi
bagi saya itu besar. Saya pikir udah dipotong 6 juta, masa saya juga yang harus
lapor kenapa ga mereka aja yang kerja," Senin (17/3/2025). Hampir serupa dengan apa
yang telah saya sampaikan. Urgensi melakukan pelaporan itu apa, toh pemotongan
pajaknya sendiri telah dilakukan.
Nemu jawabannya
normatifnya dilaman yang sama bahwa hal tersebut merupakan amanat Undang-Undang
(UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU
KUP). Merujuk Pasal 3 ayat (1) UU KUP, setiap wajib pajak harus mengisi SPT
dengan benar, lengkap, dan jelas. Artinya kalau tidak melaporkan kita dianggap
tidak patuh dengan amanat undang-undang. Memang sih sanksinya tidak seberapa
hanya sebatas dikenakan dengan Rp. 100.000, - tetapi dibayarkan dendannya tidak
menghapus kewajiban pelaporan tadi. Intinya adalah jika tidak melaporkan SPT kamu
harus bayar denda/ sanksinya plus harus tetap melaporkannya.
Fixed
dari pada nunggu-nunggu lagi, waktu pelaopran masih tersisa dua hari lagi, sudah
buruan isi SPT-mu.
Sebenarnya
Wajib Pajak tidak merasa keberatan untuk melaporkan SPT-nya jika saja semuanya
berjalan dengan baik. Pembangunan berjalan lancar, pengenaan Wajib Pajak transparan
kepada semua pihak dan golongan.
Masih
ingat kasus Gayus, kan. Bagaimana petugas pajak sendiri yang membantu para wajib
pajak-wajib pajak nakal untuk lolos dari pembayaran pajak yang seharusnya. Lihat
bagaimana negara dirugikan bermilyar-milyar, dan sialnya Gayus masih dapat
bebas melenggang keluar lapas, jalan-jalan kesana – kemari padahal masih dalam masa
hukuman. Belum lagi kasus anak petugas pajak yang membuly temannya, yang
berujung orang tuanya ikutan diperiksa terkait dengan kekayaan yang tidak
wajar.
Itu tadi
salah satu yang menjadi penyebab kekecewaan masyarakat terhadap oknum pajak. Belum
lagi saat ini lagi ramai dengan coretax yang bermasalah padahal dana yang
dikeluarkan amat besar.
Semoga
suatu saat instansi pajak kita dapat memperbaiki sistem yang mereka bangun, semakin mudah, semakin transparan dan terakhir
adalah terinfokan kegunaannya apa saja.
Jika
masyarakat sudah merasakan manfaat dari membayar pajak dan melaporkan pajak,
bahwa pajak itu untuk pembangunan bangsa dan negara bukan tidak mungkin wajib
pajak akan dengan sukacita dan sukarela untuk membayarkan pajaknya.
Bukan
bersungut-sungut seperti yang disampaikan melalui Medsos, untuk apa perlunya
melaporkan toh sudah otomatis dipotong setiap bulannya.
Yuks
Lapor SPT tahun ini.
Disarikan
dari berbagai sumber